Menguak Dapur Penerbit Mayor

 

Pertemuan ke-20
Resume ke- 18
Hari Jumat, 1 Juli 2022
Gelombang 25
Narasumber : Edi S. Mulyanta
Moderator : Rosminiyati


Alhamdulillah, pelatihan BM sudah memasuki pertemuan ke-20 dari 30 pertemuan yang dijadwalkan tim solid Om Jay. Pelatihan malam ini dipandu oleh moderator ibu Rosminiyati yang membuka pelatihan dengan mengingatkan kepada peserta tentang syarat kelulusan BM. Dari sore saya sudah merasa kurang enak badan, namun tetap semangat ikut pelatihan dan bertekad malam ini resume harus selesai. Namun ketika pukul 20.00 wib merasa sudah tidak mampu lagi, harus istirahat dulu sehingga dengan berat hati mematikan laptop. 

Salah satu syarat kelulusan dari Pelatihan  Belajar Menulis adalah menerbitkan buku solo, dengan minimal pengumpulan resume sebanyak 20 kali pertemuan. Sekalipun kewajiban menulis resume  hanya 20, namun materi pertemuan ke-21 sampai dengan 30 tidak kalah penting dan  menarik untuk dipelajari sekaligus diramu dalam resume yang dapat digunakan untuk melengkapi buku yang akan diterbitkan jika buku solo bersumber dari hasil resume.

Sebagai penulis, tentunya kita ingin sekali jika buku kita bisa diterbitkan oleh Penerbit Mayor dengan berbagai keunggulannya. Untuk itu, tentu saja kita harus mengetahui seluk beluk atau kriteria agar buku kita bisa diterbitkan di Penerbit Mayor tersebut. Malam ini, Narasumber kita Bapak Edi S. Mulyanta, S.SI,., M.T. akan membahas materi dengan topik Menguak Dapur Penerbit Mayor. Jika kita sampai diajak masuk ke dapur, artinya kita adalah keluarga dekat yang tentu saja tidak ada rahasia tentang resep utama dalam jurus-jurus penerbitan buku di Penerbit Mayor ini.

Bapak Edi S. Mulyanta sudah hampir 20 tahun mengelola penerbitan buku (Manager Penerbitan Andi Publisher). Awalnya beliau adalah penulis buku mandiri yang hidupnya full dari menulis buku, kemudian dipercaya untuk mengelola penerbitan buku di Yogyakarta. Dua tahun Pandemi sungguh merupakan masa terberat dalam mengelola penerbitan buku, karena perubahan teknologi betul-betul seperti bayang-bayang kelam yang dapat melahap dunia penerbitan buku di Indonesia bahkan di dunia. Beruntungnya sebelum pandemi, pemerintah telah mengeluarkan undang-undang perbukuan yang mencoba format baru digital untuk dapat dikembangkan di dunia perbukuan Indonesia. 

Dunia penerbitan yang saat ini di bawah IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia), menjadi was-was dan memandang cukup berat tantangan ke depan dunia cetak dan produksi buku. Undang-undang no 3 tahun 2017 tentang sistem perbukuan, telah memberikan isyarat yang tegas akan hadirnya format media digital yang diberikan keleluasaan untuk secara bertahan menggantikan dunia cetak. Dipertegas lagi dengan keluarnya Peraturan Pemerintah no 22 yang keluar pada tahun 2022, telah memberikan petunjuk secara tegas untuk memberikan arah ke dunia digital di penerbitan. Atmosfir dunia penerbitan perlahan-lahan akan berubah, karena posisi penulis menjadi semakin strategis dalam industri penerbitan.

Hal tersebut membuat dunia penerbitan bergegas untuk mengubah haluan visi misi mereka  ke arah yang lebih up to date, menyongsong perkembangan teknologi yang lebih cepat dibandingkan perkembangan dunia bisnis penerbitan secara umum. Beberapa penerbit yang tidak dapat mengikuti perkembangan jaman, akhirnya mencoba mengurangi intensitas  terbitan bukunya. Akhirnya berimbas pula kepada jumlah produksi buku dan memukul pendapatan atau omzet buku mereka. Penerbit buku di bawah IKAPI adalah penerbit yang mementingkan UUD (Ujung-ujungnya Duit) untuk mempertahankan kelangsungan bisnisnya. Secara otomatis cash flow akan terganggu, sehingga banyak penerbit akhirnya berpindah haluan ke usaha yang lain.

Tahun 2020-2022 merupakan masa paceklik bagi industri penerbitan, akan tetapi berbeda dengan dunia penulisan yang justru marak-maraknya. Hal ini mungkin karena aktifitas kita dibatasi, sehingga banyak yang memberikan kesempatan untuk bekerja dari rumah (WFH). Penerbit Andi, tidak kekurangan naskah selama pandemi, dengan angka naskah masuk yang masih stabil. Akan tetapi angka penjualan yang turun hingga 90%, dimana toko buku sebagai outlet utama kami banyak yang tutup. Sekolah dan kampus sebagai sumber pendapatan kami juga melakukan proses belajar mengajar secara daring. Produksi buku reguler sempat terhenti, sehingga banyak penulis yang mempertanyakan masa depan penerbitan di Indonesia secara umum.

Tidak semua tema buku, ternyata bisa digantikan oleh digital, hal inilah yang memberikan harapan baru penerbit untuk masih tetap memertahankan lini bisnis bukunya. Data-data pemasaran tidak pernah bohong, bahwa beberapa buku dengan tema yang khas ternyata masih sangat baik di pasar.  Di dalam dunia Start-up dikenal dengan strategi bakar uang, di penerbit-penerbit masih mencoba untuk melakukan beberapa penelitian tema yang masih tetap baik di pasar. Tema yang menjadi primadona ke depan adalah berkaitan dengan kurikulum baru Merdeka Belajar.

Toko buku saat ini sudah mulai kembali menggeliat, peluang terbit di lini toko buku memang cukup berbeda dengan lini sekolah maupun kampus. Tema buku yang menjadi andalan Toko Buku saat ini adalah tema buku non teks, seperti buku Anak, Buku Motivasi  dan Agama, Fiksi, hingga buku Masak yang masih nangkrin di 10 besar data buku terlaris di setiap toko buku di Indonesia.

Permasalahan klise di dunia penerbitan adalah masalah modal beserta pembiayaan produksi buku yang cukup besar. Konsep dasar pembiayaan dalam penerbitan buku, adalah penerbitnya yang membiayai. Namun karena banyak tulisan yang tidak sesuai dengan misi dan visi penerbit akhirnya tidak dapat terbit. Karena banyaknya buku yang ditolak penerbit, akhirnya penerbit memberikan skema lain dalam penerbitannya. Misalnya dibiayai oleh penulisnya sendiri, baik melalui skema dana pribadi, CSR perusahaan, dana penelitian daerah, dana sekolah dan lain-lain.

Skema penerbitan Indie, sempat marak saat pandemi, dengan pembiayaan dari penulis akhirnya sebuah naskah dapat diterbitkan. Maraknya penerbitan indie ini ternyata memicu permasalahan yang lain yang belum pernah terjadi selama saya berkarier di dunia penerbitan yaitu menjadi langkanya nomor ISBN di perpustakaan nasional.

Geger ISBN pun menjadikan permasalah literasi di Indonesia dan menjadi sorotan dunia. Begitu besar semangat untuk menulis di Indonesia menjadikan nomor ISBN menjadi nomor mewah yang cukup sulit untuk mendapatkannya. Hal ini karena dipicunya keinginan menulis buku hanya untuk mengejar angka kredit semata, tidak memikirkan apakah tulisan tersebut disebarluaskan ke masyarakat seperti amanat undang-undang perbukuan 2017.


Pemicu kelangkaan ISBN adalah nomor 5, yaitu keinginan penulis untuk meningkatkan poin angka kredit. Jadi pada dasarnya bukan karena kesalahan ekosistem penerbitan. Saat ini konsep penerbitan buku oleh pemerintah dicoba untuk kembali sesuai dengan Undang-undang perbukuan 2017, dimana terbitan buku harus tersebar luas di masyarakat. Perpustakaan nasional akhirnya memberikan kebijakan baru untuk membuat sub nomor untuk menghemat ISBN yang telah dijatah oleh ISBN Internasional.


Struktur utama ISBN, pada publication element menunjukkan jumlah produksi buku yang telah diterbitkan untuk mengetahu jumlah rata-rata produksi buku sebuah penerbit. Semoga dengan kebijakan ini, semangat menulis  masih tetap terjaga. Buku adalah sumber ilmu, yang memang harus disebarluaskan ke masyarakat untuk meningkatkan literasi di segala bidang.

Apa yang dapat ditulis, sebaiknya mengikuti aturan pemerintah yang paling baru seperti berikut ini :





Buku dengan Omzet terbesar adalah buku teks pelajaran utama, karena pasarnya sangat besar seluruh sekolah di Indonesia. Buku ini melalui proses seleksi dari pemerintah yang cukup ketat. Semua penerbit mempunyai peluang yang sama, akan tetapi penerbit yang misi dan visinya di buku pelajaran biasanya yang lebih siap. Buku teks pendamping atau modul biasanya mempunya pasar yang lebih kecil, akan tetapi sangat fleksibel pola pemasarannya. Tidak mustahil buku ini juga mempunyai omzet yang cukup besar juga disalurkan di proyek-proyek pemerintah. Buku umum pasarnya paling kecil, karena outlet utama adalah di toko buku baik toko buku modern maupun tradisional.

Penerbit mayor mempunya saluran pemasaran yang cukup banyak, atau disebut omni channel marketing sehingga selama pandemi bisa berkelit di saat yang sulit. Sebagai calon penulis dapat mencoba menawarkan semua tipe tulisan supaya peluang terbitnya menjadi lebih besar. Saat ini pasar buku sudah mulai bangkit lagi, akan tetapi produksi buku sudah terlanjur melambat. Sehingga bulan-bulan ke depan, jumlah judul buku yang beredar di Indonesia akan mengalami penurunan akibat 2,5 tahun pandemi. 

Penerbit adalah lembaga yang mencari profit, dan mempunyai idealisme dalam menerbitkan bukunya sesuai dengan visi misinya. Penulis dapat mengikuti idealisme penerbit dalam menghasilkan buku yang akan dinikmati oleh pembacanya. Kirimkan usulan penerbitan buku, supaya ide Anda dapat ditangkap penerbit dan disebarluaskan ke pembaca. Sebagai seorang penulis jangan takut tulisan kita tidak bisa terbit,  karena pasar buku masih cukup menarik mengingat buku fisik masih menjadi andalan utama penerbit dalam mencari peruntungannya




Komentar

  1. Mantul bu Rusda👍sampai finis

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih bu Ana... 🙏🏻🙏🏻🙏🏻

      Hapus
  2. Ayo Bu Rusda ikuti sampai 30 pertemuan

    BalasHapus
    Balasan
    1. ada 2 resume yg kelewatan bu, waktu ngolah nilai dan rapot kmrn...

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Blog Sebagai Sarana Pembelajaran

Motivasi Menulis dan Menerbitkan Buku

Teknik Promosi Buku